Makna Lagu Mengemis Kasih



Lagu mengemis kasih merupakan nasyid yang populer pada tahun 2000-an. Mengemis kasih dipopulerkan oleh Raihan pada tahun 2003, tetapi jauh sebelum Raihan lagu ini sudah dibawakan oleh The Zikr. Kedua grup Nasyid tersebut berasal dari Malaysia. Pada masanya, lagu mengemis kasih menjadi sangat populer karena sering disampaikan oleh ustadz kondang Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) dalam taujihnya. Sesuai dengan asal penyanyinya, lirik lagu mengemis kasih menggunakan bahasa Melayu. Sebelum kita membahas makna dari lagu tersebut, berikut adalah lirik dari Mengemis Kasih


Tuhan dulu pernah aku menagih simpati

Kepada manusia yang alpa jua lupa

Lalu terhiritlah aku di lorong gelisah

Luka hati yang berdarah kini jadi kian parah


Semalam sudah sampai ke penghujungnya

Kisah seribu duka kuharap sudah berlalu

Tak ingin lagi kuulangi kembali

Gerak dosa yang menghiris hati


*)

Tuhan... dosaku menggunung tinggi

Tapi rahmat-Mu melangit luas

Harga selautan syukurku

Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi


Tuhan... walau taubat sering kumungkir

Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi

Bila selangkah kurapat pada-Mu

Seribu langkah Kau rapat padaku


Mari kita bahas per paragraf ya..

Paragraf pertama

Tuhan dulu pernah aku menagih simpati --> orang yang berharap simpati

Kepada manusia yang alpa jua lupa --> kepada manusia

Lalu terhiritlah aku di lorong gelisah --> dia terseret dalam kegelisahan

Luka hati yang berdarah kini jadi kian parah --> luka hati akibat rasa gelisah dan dosa semakin parah


Pada paragraf ini menceritakan tentang seseorang yang sedang curhat kepada Allah. Dia menceritakan bahwa dia selalu mengharap simpati dan pengakuan dari manusia.  Akhirnya, dia hanya mendapatkan kekecewaan. Dia melakukan apapun untuk mendapatkan pengakuan, meskipun hal yang dilakukan melanggar ketentuan dari Allah. Akhirnya hal tersebut memberikan kegelisahan. Semakin dia menyandarkan dan berharap kepada manusia semakin dia terluka. .

Paragraf kedua

Semalam sudah sampai ke penghujungnya --> pada malam hari dia akhirnya sudah tidak tahan

Kisah seribu duka kuharap sudah berlalu --> kisah hidup yang menyedihkan

Tak ingin lagi kuulangi kembali -->  tidak ingin lagi melakukan kesalahan

Gerak dosa yang menghiris hati --> dosa-dosa yang dimiliki sangat menyakiti hatinya

Saat ini dia sudah sampai pada titik pertaubatan. Tidak ingin lagi terjerumus kepada dosa dan kemaksiatan. Dia bosan dengan dosa-dosa yang dimiliki. Kegelisahan atas dosa yang dilakukan sudah tidak terbendung lagi.

Paragraf Ketiga

Tuhan... dosaku menggunung tinggi --> pengakuan kepada Allah atas dosa yang dimiliki

Tapi rahmat-Mu melangit luas --> Rahmat Allah sangat luas, sehingga Allah mengampuni dosanya

Harga selautan syukurku 

Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi --> harga dari banyaknya rasa syukur yang dia berikan tidak sebanding dengan nikmat Allah di bumi

Pada paragraf ini ada dua pembahasan mengenai maghfirah Allah atas dosa manusia dan nikmat Allah. Surat Az Zumar sepertinya menjadi inspirasi dari dua lirik pertama.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar {39} : 53-54).

Ayat ini mengingatkan manusia sudah sejauh apapun dirinya meninggalkan syari'at Allah, sebanyak apapun tabungan dosa yang dimiliki untuk tetap kembali kepada Allah. Allah akan mengampuni seluruh dosa-dosa tersebut. Seseorang tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Hari-hari ini sering kita temui karena merasa sebagai ahli maksiat merasa dirinya tak pantas untuk menghadiri majelis dzikir. Padahal pemikiran seperti ini sangatlah salah. Dosa karena telah kafir saja akan Allah maafkan apalagi dosa dibawah itu. Ingatlah, Rahmat Allah itu sangat luas...

Pada baris ke 3 dan 4, menegaskan kesyukuran kita atas nikmat Allah hanyalah setitik atas nikmat Allah di bumi. Kita tidak akan sanggup menghitung nikmat yang telah Allah berikan kepada kita, ini sejalan dengan surat An Nahl ayat 18.

Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang. (An Nahl:18)

Paragraf  Keempat

Tuhan... walau taubat sering kumungkir --> sering mangkir dari taubatnya

Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi --> pengampunan Allah selalu ada

Bila selangkah kurapat pada-Mu 

Seribu langkah Kau rapat padaku --> saat kita mendekat kepada Allah selangkah maka Allah akan mendekat kepada kita sebanyak 1000 langkah.

Pada dua lirik terakhir sangat berkaitan erat dengan Hadits Qudsi berikut.

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Jika kita mendekat kepada Allah maka Allah akan lebih mendekat kepada kita. Sungguh tidak ada satupun makhluk yang memiliki rahman dan rahim sebesar Allah. Maha Besar Allah Rabb yang menguasai langit dan bumi.

Kesimpulan
  1. Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai macam sarana, salah satunya adalah dengan syair dan musik
  2. Untuk dapat membuat syair yang sesuai dengan Al Qur'an dan hadits dibutuhkan pengetahuna tentang Al Qur'an dan Hadits tersebut
  3. Lagu Mengemis Kasih mengingatkan kita semua untuk melakukan segala sesuatu karena Allah. Kita tidak boleh berputus asa atas Rahmat Allah. Allah akan selalu menerima taubat yang dilakukan dengan sebenar-benarnya taubat. Datanglah kepada Allah maka tidak akan ada rasa kecewa dalam diri kita. Sandaran yang tak akan pernah mengecewakan, sandaran yang tak akan pernah menjatuhkan hanyalah Allah.


Read More

Bersembunyi di Balik Kata Membeli Kebenaran

Hari ini, 14 Februari 2024 Indonesia melakukan pemilihan DPR D Kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD, dan Presiden dalam waktu yang sama. Inilah pertama kalinya masyarakat Indonesia dengan usia minimal 17 tahun melakukan pemilihan secara bersamaan. Konsentrasi pemilihan seperti terpecah karena partai politik yang biasanya mengkampanyekan partai dan alegnya saja saat ini harus mengkampanyekan Presiden yang di dukung. Meskipun jika dilihat dari segi efisiensi pemilih ini lebih efisien waktunya. Kan cuma sekali aja dapat banyak. 

Tapiii menurut aku, ini juga menjadi hal yang membingungkan. Soalnya kudu belajar banyak mempelajari partai, aleg, dan calon presiden. Mempelajari visi misi dan lain sebagainya. Eh, tapiiii ga semua mau mempelajari itu. Bukan ga mau nding ga sempat karena disibukkan dengan aktivitas mencari sesuap nasi. Kalau dipikir-pikir jumlah pemilih rasional yang benar-benar menilai bagaimana kinerja, track record, rencana pembangunan dan lainnya itu lebih sedikit dari pemilih irasional. Pemilih irasional ini pada awalnya bisa di anggap oleh partai sebagai swing vote atau suara mengambang. Eh bentar, pemilih rasional juga awalnya swing vote sih.

Wah bisa ini kita bicara perbedaan swing vote rasional dan irasional. Soalnya cara pendekatan mereka akhirnya akan berbeda. Swing vote rasional jelas pendekatan melalui visi misi, program, janji, track record. Swing vote irasional ini nih...yang pendekatannya rada ekstrim kadang. Dia di dekati dengan benda. Bisa berupa sembako, uang, baju, dan lain sebagainya. Emang boleh? Sudahlah mari kita akui saja kalau semua partai menggunakan cara tersebut untuk mendapatkan suara dari swing vote irasional. Nggak ada satupun yang enggak deh kayaknya. Partai Islam pun? Iyaaa partai Islam pun. Mereka berkedok sedang membeli kebenaran. Bukan lagi fatwa halal haram katanya, tapi ini tentang penyelamatan. 

Ini jawaban deep banget loh sebenarnya. Kalimat itu harusnya dilandasi oleh ideologi yang jelas dengan kiprah perjuangan yang jelas pula. Masalahnya terkadang terjadi bias niat. Kalau di rasa-rasa nih ya, ga ada satupun partai yang memiliki ideologi jelas. Kalau di awal kemerdekaan kotak ideologi jelas Islam, nasionalis, komunis. Sekarang tu ga jelas banget wkwkwk. 

Misal ada yang mengaku ideologi Pancasila atau Islam juga ga gtu banget deh. Kita sedang disajikan sebuah drama politik dimana semua orang berkedok ingin membeli kebenaran dengan lupa bahwa mereka tidak pernah melakukan tugasnya dalam rangka pendidikan politik kedapa masyarakat. Mereka seolah menikmati kondisi masyarakat yang irasional ini. Minim upaya untuk pencerdasan masyarakat dalam hal kontestasi politik ini. Bagi mereka adalah hal rugi melakukan pendidikan politik atau pemberdayaan masyarakat melalui dana yang dimiliki karena belum tentu akhirnya memilih mereka. 

Stigma, nanti akhirnya kalau fokus pada pencerdasan masyarakat selama bertahun-tahun akan kalah dalam sepagi saja. Nah kan, padahal ini masyarakat butuh edukasi memandang peran mereka dalam negara ini. Butuh edukasi gimana bisa DPR atau presiden akan mempengaruhi hajat hidupnya. 

Jangan setiap tahun bersembunyi di balik topeng membeli kebenaran dari orang dzalim jika ternyata tidak pernah benar-benar menyampaikan kebenaran yang dipercayai. Karena siapa tau hak mereka untuk mendapatkan edukasi tentang kebenaran itu tidak pernah didapatkan. Atau kalian salah dalam memberitahukan kebenaran itu. 

Sudahlah kalian para elit politik..., Kaum cendekiawan..., Plis berikan hak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan informasi dan akhirnya mengerti kebenaran yang sedang kalian perjuangkan tanpa bersembunyi dibalik kalimat jual beli suara. 
Read More

Reviu: Mindset (Carol S Dweck)

Judul Buku : Mindset, Mengubah pola berpikir untuk Perubahan Besar dalam Hidup Anda
Nama Penulis: Carol S. Dweck 
Jumlah Halaman : 396 

Membaca buku ini membawa sebuah kesadaran bahwa sebagai manusia kita harus menerima sebuah kenyataan, hasil adalah hak prerogatif Allah dan tugas kita adalah berproses. Tugas kita bukan untuk mendapatkan gelar serta pengakuan tetapi melakukan semuanya dengan tenag dan bahagia. Bukan untuk mendapatkan benefit dari proses yang berjalan, namun karena sebuah kesungguhan yang bersifat harus dilakukan. Begitu kira-kira hal ya g sejak awal membacanya terbayang seperti itu. 

Allah itu, menciptakan kita untuk menikmati proses. Buku ini juga mengajak kita untuk menerima takdir dari Allah. Tanpa mengeluh kemudian menjalankan dengan penuh keridhoan. 

Dalam bahasa yang berbeda, buku ini seolah menjelaskan bahwa orang yang tidak dapat menerima takdir dan selalu menyalahkan adalah tipe orang fixed mindset atau berpikiran tetap. Sedangkan orang yang menyadari tugasnya berproses, tidak berorientasi pada hasil, menerima takdir dan selalu bertumbuh adalah tipe growth mindset atau berpikiran tidak tetap. 

Growth mindset akan membuat kita kembali menyadari mengenai keabadian di dunia ini menjadi milik Tuhan. Satu-satunya makhluk yang bersifat tetap adalah perubahan dan perubahan. 

Tidak ada anak yang berbakat/pintar yang ada anak yang mau belajar atau tidak

Sifat, karakter, intelektual, keterampilan seseorang dapat berubah seiring dengan proses yang dilakukan. Seorang growth mindset akan gigih untuk belajar. Baginya hidup adalah rangkaian menjalani proses dengan kebahagiaan. Sekali lagi, hasil adalah konsekuensi dan nilai dari seberapa keras kita berproses. 

Bahkan, seorang atlit terbaik pun pasti pada awalnya dia tidak langsung menjadi profesional. Ada latihan yang harus dilakukan untuk menjadi yang sekarang. Jika mereka menyerah pada kekalahan pertama yang didapatkan dia tidak akan pernah menjadi seorang hebat. Seorang atlit tidak hanya membutuhkan bakat tetalu juga semangat untuk bangkit dan memperbaiki diri. 

Pola asuh mempengaruhi mindset 
Lingkungan sekitar seseorang dalam bertumbuh memberikan pengaruh cukup signifikan dalam pembentukan pola berfikir. Terutama lingkungan keluarga. Ada anak yang selalu berambisi untuk menjadi yang paling, kemudian dia down saat hasil tidak seperti yang diharapkan. Frustasi kemudian performa tidak diperbaiki malah semakin sakit dalam bayang-bayang kegagalan. Namun ada juga yang dia hanya berfikir bagaimana cara untuk melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Tidak terlalu mengambil pusing terhadap hasil akhirnya. Meski tidak menjadi yang terbaik, tetapi dia menganggap hal tersebut sebagai bagian untuk perbaikan. Dia akan melihat dengan jujur pada sisi mana yang harus ditingkatkan. 

Hal-hal di atas bisa berasal dari cara orang tua merespon hasil dari perjuangan anak. Sebagai orang tua seharusnya mampu memilih kalimat yang tepat sehingga anak selalu berfikir untuk memperbaiki proses. Tidak selamanya pujian akan menjadikan anak memiliki mindset bertumbuh. Misal dibilang sebagai anak jenius atau berbakat. Karena merasa dia sudah seperti itu dia menjadi tidak ingin belajar lagi, toh bagi orang tuanya dia anak berbakat. Pun sebaliknya, terlalu banyak respon negatif dapat membuat anak kehilangan kepercayaan dirinya. Orang tua harus berimbang dalam memberikan respon atas hasil yang di dapatkan. 

Growth Mindset yang Menyukai Tantangan
Di dunia ini ada loh orang yang mencari tempat aman. Dia tidak mau melakukan hal yang menurutnya tidak mampu dan dapat membuat penilaian pada dirinya berubah. Tetapi, ada juga orang yang menjadikan hal baru sebagai tantangan. Bahkan sangat menyukai tantangan. Tantangan adalah sarana untuk bertumbuh bukan untuk penghakiman. Inilah pemilik growth mindset. 

Ini sebenarnya sama halnya seorang muslim beranggapan ujian Allah itu akan semakin meningkat agar keimanan meningkat. Seorang growth mindset, akan menjadikan ujian sulit dalam hidup sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. 

Seorang growth mindset tidak membutuhkan validasi
Seorang growth mindset tidak membutuhkan validasi dari orang lain. Tidak penting penilaian orang lain, karena harinya dipenuhi dengan pikiran untuk berkembang. Belajar hal baru. Orang seperti ini akan selalu fokus pada apa yang ingin dicapainya. Segala upaya yang dilakukan bukan dalam rangka memenuhi ekspektasi orang lain. Dalam pikirannya adalah melakukan sebaik-baiknya proses.

Pilihan Role Model mempengaruhi cara berpikir 
Tidak ada satupun manusia hidup dalam kesempurnaan. Allah pasti memberikan ruang pada seseorang sebuah kesulitan, kegagalan. Yang perlu kita contoh adalah bagaimana orang tersebut menjalani kehidupannya. Bagi orang tua perlu berhati-hati, saat anak belum dewasa orang tualah yang menjadi role model dalam hidupnya. 

Jadikanlah sosok Nabi Muhammad sebagai role model manusia yang senantiasa bertumbuh. Tidak pantang menyerah dan memiliki prinsip yang kuat tanpa memaksakan prinsipnya pada orang lain. 


Semangat bertumbuh semua, jalani saja bagianmu untuk berposes. Serahkan hasil kepada Allah.

Read More

Review: Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa




Judul buku : Walisongo, Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa (1404-1482 M)
Penulis : Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd.
Jumlah Halaman : 240

Sebuah tema buku yang sudah lama ingin saya baca. Setelah beberapa kali mendengarkan ceramah ustadz Salim A Fillah di YouTube mengenai Babad Tanah Jawa dan sejarah Islam di Indonesia tingkat ke-kepoan tentang Walisongo menjadi meningkat drastis. Walau bagaimanapun tidak dapat dipungkiri, saat mendengar istilah Walisongo ingatan langsung terkonek dengan film jadul yang mengisahkan Sunan Kalijogo menjaga sungai selama bertahun-tahun sampai lumuten dan beberapa hal yang lebih pas jika dikatakan sebagai sebuah dongeng. Penggambaran Walisongo dalam film kolosal benar-benar membangun paradigma kalau para wali tersebut sakti mandraguna. Sampai saat ini juga belum bisa menyebutkan nama sembilan wali itu siapa saja, soalnya terkadang jumlahnya tidak sembilan. Akhirnya, di buku ini beberapa persepsi dan pertanyaan di masa kecil terjawab sudah. 

Fakta-fakta yang diungkapkan dalam buku ini semakin menguatkan paradigma baru dalam diri saya secara pribadi mengenai walisongo. Ya, awalnya saya berfikir Walisongo itu dongeng belaka, dia tidak nyata. Meski ketika berfikir kembali melalui siapa Islam di Indonesia ini tumbuh dengan subur juga tidak ketemu jawabannya. Karena memang pada dasarnya Walisongo ini nyata, ajarannya tidaklah semistis penggambaran.

Takjub dan sangat terkejut, ternyata Walisongo adalah sekumpulan orang yang diperintahkan oleh sultan Muhammad I dari daulah Turki Usmani. Betapa ternyata sejarah Islam di Indonesia masih memiliki hubungan dengan kekhalifahan. Waktu itu Sultan Mahmud 1 mendapatkan cerita dari Ibnu Batutah yang telah melakukan perjalanan keliling dunia. Akhirnya terpetakan bahwa di salah satu belahan dunia yang bernama Nusantara membutuhkan sentuhan dakwah. Sehingga diutuslah beberapa orang untuk berangkat menuju Nusantara. Para utusan Khalifah inilah yang kemudian mendapat nama Walisongo.

Pada awal pembahasan buku ini dijelaskan bahwa Walisongo adalah sekelompok orang atau bisa juga sebuah organisasi yang bertugas untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Satu hal yang baru saya dapatkan ternyata Walisongo itu memiliki 6 angkatan. Dengan masing-masing angkatan ada yang memimpin. Angkatan pertama merupakan orang-orang yang ditunjuk langsung oleh Khalifah. Jadi, bisa dibilang angkatan pertama itu 100% berasal dari luar negeri. Baru kemudian angkatan berikutnya anggota Walisongo adalah anak biologis atau anak didik dari angkatan pertama. Jadi, ketika ada wali yang meninggal akan diangkat wali baru untuk bergabung, sehingga jumlah wali dari tiap angkatan akan tetap berjumlah sembilan. Ini adalah sebuah penjelasan yang belum pernah saya dengar sebelumnya.

Hal yang membuat saya sangat bahagia saat membacanya adalah adanya terjemahan literatur yang merupakan peninggalan para wali. Kedua literatur tersebut adalah Het Book Van Bonang dan Kropak Ferara. Sejak saya mendengar pertama kali bahwa para wali pernah menulis ajaran dan juga hasil rapat saya sangat ingin mengetahui apa isinya. Ternyata, Alhamdulillah dalam buku ini penulis menyalin tulisan terjemahan dari dua literatur tersebut. Ketika mencermati dengan baik isi teks dari keduanya kita akan melihat berapa murninya ajaran Islam yang disampaikan para wali. Sungguh tidak ada penyimpanan. 

Dalam melakukan dakwahnya, para wali tidak hanya mengajarkan tentang ilmu agama tetapi keberadaan mereka dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Misalnya melihat masyarakat mengalami krisis pangan, ada yang mengajari cara bercocok tanam. Ketika melihat leadership atau kepemimpinan para raja melemah didirikanlah pusat pengajaran tata kenegaraan. Dan masih banyak lainnya. 

Selain itu, dakwah yang dilakukan oleh para wali tentu masih sesuai dengan ajaran Rasulullah. Mereka mendirikan masjid, mendirikan pusat pendidikan (pondok pesantren), dan melakukan pendekatan sesuai bahasa kaumnya. Ini nampak saat Sunan Kalijaga yang menggunakan media wayang sebagai sarana dakwah. Karena memang beliau melihat masyarakat pada masa itu sangat menyukai pertunjukan wayang. Sehingga, digubahlah cerita wayang dengan alur Mahabarata dan Ramayana menjadi kisah-kisah Islam. Melalui media wayang inilah sunan Kalijaga memberitahukan intisari ajaran Islam. 

Rachmad Abdullah melalui buku ini benar-benar telah mematahkan paradigma bahwa Walisongo adalah mitos, legenda, dan orang dengan kesaktian mandraguna. Gaya penulisan yang sangat ilmiah dan di dukung berbagai macam data. Bukan hanya itu, penulis juga mampu merangkai dan mengklarifikasikan para Walisongo ke dalam angkatan-angkatan. Beliau juga membuka mata kita bahwa sejarah ditulis atas dasar kepentingan. Ketika seorang orientalis menggambarkan Walisongo maka akan digambarkan bahwa mereka menggunakan pedang dan kekuasaan untuk menyebarkan agama. Padahal jika ditelusuri dengan benar hal tersebut dilakukan saat sudah terpaksa. Nyatanya sultan Muhammad I tidang mengirim para panglima tetapi para ulama dengan pemahaman agama dan kemampuan spesifik sesuai permasalahan yang dihadapi masyarakat. 

Kesempurnaan hanya milik Allah, saat membaca buku ini ada satu tulisan yang sepertinya typo. Seharusnya Gelagah Wangi menjadi Gelawah Wangi. Dan beberapa penyebutan tidak konsisten menggunakan mahasa Jawa Kawi seperti yang disebutkan oleh penulis. 

Satu hal terakhir yang membuat saya sangat kagum terhadap buku ini. Background pendidikan penulis bukanlah sejarah, melainkan Fisika. Meskipun dari jurusan fisika tetapi buku sejarah ini secara keseluruhan adalah bagus dan mencerahkan. Sebagai informasi tambahan dan ini penting, buku ini merupakan trilogi. Dan fiks semuanya wajib dibaca agar menemukan benang merah sejarah Islam dan gelora dakwah di Jawa pada masa lalu. 
Read More

Memaknai Sebuah Pertemuan

Kita tidak pernah bisa mendikte takdir yang telah digariskan. Hanya bisa mempercayai bahwa setiap takdir adalah kebaikan. Setiap hari Allah telah menyediakan berbagai macam pelajaran, yang terserak dan ada di depan mata. Pesan yang ingin diajarkan selalu terselubung sehingga memanggil kepekaan untuk memahaminya. 

Untuk hal paling sederhana, sebuah pertemuan yang mungkin hanya sejenak. Terkadang bisa membuat logika dan rasa kita terhenyak. Meski hanya sejenak tetapi jika Allah sudah berkehendak kita akan kembali sadar akan awal mula dan memberi nasihat dan masukan mengenai bagaimana cara seharusnya. 

Setiap manusia butuh peristiwa untuk mengembalikan dan mengingatkan sebuah niatan. Peristiwa itu tidak harus yang bersifat dramatis. Cukup sederhana dan sesaat tetapi menuntut kita memahami makna. 

Begitulah kira-kira maksud dari berbagai pertemuan. Meredam rasa pemberontakan dan mengingatkan posisi dan menengok keinginan. Perjalanan panjang yang telah dilalui, pilihan yang telah dijalani pasti memiliki alasan. Alasan yang berasal dari interpretasi sebuah nilai. 

Ya, pada akhirnya kalimat kita melakukan untuk Allah bukan manusia akan di uji validitasnya. Bayangkan yang menguji adalah Sang Maha. Maka, perlu belajar mengekspresikan ketawadhuan bukan kepongahan. Nampakkan lunak namun tak tersentuh. Halus tapi keras. Keras akan sebuah prinsip tetapi dibalut oleh kelembutan. Oh...ini sunggu siasat di atas siasat. Seperti seorang ksatria Jawa saat bernegosiasi. Ah lupa, kan ini memang hidup di tanah Jawa. 

Rentetan pertemuan dan kalimat dari orang luar yang ditemui beberapa hari ini ternyata hanya ingin mengajak pada sebuah titik kesadaran, tundukkan ego. Bersikaplah sebagaimana seorang priyayi Jawa bersikap (seperti yang di ajarkan Mbah Putri). Bersikap dan berbahasalah seperti apa yang mereka inginkan. Maka kamu akan menaklukkan. Hey....bukankah itu yang dulu dilakukan. 

Pilih kunci yang tepat, bukalah pintu, lalu obrak-abrik hihi...

Pertemuan-pertemuan ini adalah alarm untuk menghentikan seluruh gejolak. Jika merasa gundah berselancarlah dalam samudra kata maka akan hinggap bijaksana. 

Makna sebuah pertemuan adalah untuk memperingati, untuk menguji diri, untuk menilai, dan kemudian lakukanlah sesuatu untuk memperbaiki. 

Tidak ada suatu pertemuan yang Allah tidak memberikan makna. Tidak ada suatu pertemuan yang bernilai sia-sia. Selalu indah bukan cara Allah mengingatkan kita?

Read More

Ikhlas...

 Motivasi orang untuk beramal sangat beragam. Terkadang niat yang lurus terkadang tercemari dengan hal yang bersifat duniawi, bukan lagi ukhrowi. 

Surat Al Hijr : 39-40

Ia (Iblis) berkata, “Tuhanku, oleh karena Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.”

Manfaat ikhlas 

1. Hati menjadi tenang

Masalah apapun jika kita ikhlas karena Allah maka kita akan merasa tenang. Karena semuanya dikembalikan kepada Allah

2. Dimudahkan dalam segala urusan

Saat ikhlas otak depan yang berfungsi mengambil keputusan akan terkoneksi. Namun saaat tidak ikhlas otak bagian batang yang bersifat emosi

3. Memiliki orientasi hidup jangka panjang

4. Allah akan ridha dengan apa yang dilakukan.

5. Mendapat posisi sebaik-baiknya

semua ditujukan kepada Allah 

Read More

Tulisan Bersambung Diawali Juli di akhiri Agustus

Entah sudah berapa lama tak menggunakan blog ini sebagai sarana berbagi rasa. Cerita apa aja yang ingin diceritakan setelah terjadi sebuah kejadian. Setiap hari selalu ada hal baru yang Allah titipkan. Biasanya akan terlupa jika tidak di arsipkan. 

Aku ingat, dimana dulu aku berfikir bahwa hidupku monoton. Tidak ada satupun hal baru dalam satu hari yang bisa dituliskan. Dalam kondisi itu timbul rasa, ah hidupku seperti ini banget. Apa mungkin kelak di suatu hari memiliki kondisi yang lebih baik dari ini. Ya... ternyata aku pernah pada posisi merasa tidak akan memiliki masa depan dan tak dapat membayangkan akan menjadi apa kelak. 

Tapi ternyata Allah sangat baik hingga aku mendapatkan garis hidup seperti hari ini. Lebih berwarna dan banyak hal baru yang terpaksa harus dipelajari. 

Namun, semua terasa kembali menyita rasa saat mencoba bertanya dalam hati, ingin menjadi ahli apa sebenarnya dirimu? Selalu mengkerucut pada tiga hal. Dan rasanya tidak bisa dipisah. Ingin rasanya tau hal apa yang bisa menyatukan ketiganya. 

Terlambat mungkin untuk memahami diri untuk lebih mengenal jati diri. Meski sepertinya aku sudah cukup ngerti aku ini bagaimana, hanya butuh sebuah keberanian untuk memutuskan. 

Kalau ditanya, apa hal yang paling membuat bahagia? Seharian membaca buku dengan suasa rumah bersih dan udara sejuk kemudian menuliskan hasil bacaan. Itu adalah kabahagiaan yang sudah sangat lama aku tinggalkan. Lalu saat ditanya, apa yang sudah menghasilkan? Yang sudah menghasilkan adalah dari menulis artikel harian. Itupun sudah lama ditinggalkan. 

Ah, aku rindu masa dimana bertemu dengan teman belajar yang itu aku banget. Sudah mencoba belajar dengan ragam komunitas tapi memang hanya kelas perdana lewat grup Facebook itu yang membuatku selalu merasakan hidup dalam kebahagiaan. 

Blog ini muncul juga karena ada harapan. Menjadi blogger. Meski katanya di jaman ini sudah banyak ditinggalkan karena lebih menjanjikan YouTuber. 

Apa ini penyeba aku juga mencoba dunia media sosial? Karena peluang yang juga lebih besar? 

Sepertinya aku memang tidak bisa jauh dari aktivitas menulis. Dengan tulisan yang jelas. Sepertinya sekarang harus mencoba untuk merutinkan menulis kembali. 

Iya, aku baru saja disadarkan bahwa aku sudah cukup mengenal diri tapi belum mampu membawa pengenalan diri ini kepada sesuatu yang menghasilkan. 

Tidak boleh beralibi karena pola asuh, hari ini saatnya menjadi seorang yang menghasilkan dari apa yang dipelajari. Bukankah ada harapan yang masih harus kamu penuhi? 

Sebuah peran yang jika itu aku lakukan tidak akan membuat anak terabaikan, tetap menjadi nyawa dalam kebahagiaan keluarga kecil yang sedang dibina. Tetap mampu memberikan ekspresi kasih sayang tanpa terkesan melebihkan pada peran yang akan dipilih. 

Pilihlah hal itu, dan berbahagialah dengan itu. Haruskah itu SEO? 
Read More

Banyak Dilihat

Pengikut

Pengunjung

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Labels

inspirasi tania. Diberdayakan oleh Blogger.